GovTech meluncurkan inisiatif dompet digital GovWallet yang bisa digunakan Singapura untuk mengirim uang dan kredit kepada warga penerima program dana bantuan sosial (bansos) pemerintah dengan aman dan cepat. Dompet digital ini membuat pemerintah bisa melacak proses penyaluran bantuan sosial. Sementara bagi warga penerima bantuan, mereka dapat mengetahui pembayaran yang diterima dan melacak riwayat pengeluaran mereka.
Dengan GovWallet, lembaga dan badan pemerintah bisa mengatur bagaimana dana bantuan yang mereka salurkan dipakai oleh penerima. Mereka bisa membatasi agar pembayaran yang dilakukan lewat GovWallet hanya bisa dilakukan di tempat-tempat tertentu saja. Dengan demikian, dana bantuan bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih tepat sasaran.
GovWallet bisa digunakan di toko-toko yang menerima pembayaran PayNow dan NETS. Dengan PayNow, warga Singapura bisa melakukan transaksi pengiriman uang menggunakan nomor telepon. Sementara NETS adalah penyedia layanan pembayaran elektronik lokal di Singapura, mirip VISA atau Mastercard. GovWallet juga bisa digunakan di mesin ATM, sehingga warga yang tidak memiliki rekening bank bisa mengambil uang tunai.
GovWallet dikembangkan sebagai modul layanan backend, sehingga layanan ini bisa ditautkan ke aplikasi instansi lain, seperti LifeSG dan Singpass. Sehingga, tiap instansi pemerintah tak perlu lagi membuat sistem pembayaran mereka sendiri untuk mendistribusikan pembayaran.
Cara GovWallet dikembangkan
Inisiatif untuk mengembangkan layanan dompet digital GovWallet muncul ketika mengembangkan SupplyAlly. Seperti namanya, SupplyAlly merupakan sistem yang mengelola distribusi barang fisik, seperti paket makanan, Token TT (token fisik untuk layanan pelacakan COVID-19 Trace Together), dan masker pakai ulang (reusable). Sistem ini dikembangkan saat pandemi COVID-19 dan bisa digunakan untuk kebutuhan serupa setelah pandemi berakhir.
“Saat bekerja dengan lembaga pemerintah, kami mengetahui bahwa mereka tidak hanya tertarik dalam mengelola distribusi barang fisik tetapi juga menyalurkan pembayaran pemerintah kepada warga yang membutuhkan,” jelas tim GovWallet dalam wawancara dengan OpenGov Asia.
Selain itu, GovWallet juga menjadi jawaban GovTech untuk mengurangi emisi karbon dan biaya mahal imbas penerbitan cek dan voucher fisik untuk menyalurkan bantuan pemerintah. Untuk menyediakan layanan dompet digital, tim GovWallet bermitra dengan gateway pembayaran PayNow dan NETS.
Kolaborasi ini memudahkan warga penerima bantuan, sebab mereka bisa membelanjakan dana bantuan di GovWallet yang bisa ditransaksikan ke sekitar 200.000 toko yang sudah terintegrasi di jaringan PayNow dan NETS. Sebelumnya, voucher digital hanya bisa ditukar di sejumlah toko saja. Kini, dengan fitur SGQR di GovWallet penerima dana bisa melakukan transaksi di lebih banyak toko, tanpa harus memiliki rekening bank.
Selain itu, cara ini juga membantu meringankan penyaluran dan pengawasan dana dari pemerintah. Contohnya adalah kolaborasi dengan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri untuk menyalurkan kredit digital sebesar S$100 (Rp1,13 juta) kepada lebih dari 1,1 juta prajurit nasional.
Sistem ini pun berhasil menghemat waktu penyaluran bantuan dari rata-rata 1.600 jam kerja, kini bisa diselesaikan dalam sekejap. Sebagai contoh pada proses pembayaran jutaan prajurit nasional yang disebutkan sebelumnya, kini bisa diselesaikan hampir bersamaan, dengan minim gangguan dan jeda.
Penghematan lain yang dirasakan pemerintah adalah penghematan tenaga kerja yang diperlukan untuk memelihara sistem yang digunakan untuk membangun GovWallet. Tim pengembang memanfaatkan layanan cloud dari salah satu penyedia asal Amerika Serikat yang di-hosting di platform Government on Commercial Cloud (GCC).
Dengan membuat sistem berdasarkan arsitektur tanpa server (serverless framework), membuat sistem GovWallet bisa berperforma tinggi lantaran bisa bekerja fleksibel dan responsif terhadap lonjakan lalu lintas, namun lebih hemat biaya.
Sebagai layanan pembayaran digital yang rentan dengan kejahatan siber, tim GovWallet menyebut kode dan infrastruktur yang mereka rancang sudah menggunakan praktik terbaik di pasar saat ini. Di masa prapeluncuran, mereka melibatkan tim terpisah untuk melakukan penilaian kerentanan dan pengujian penetrasi. Hal ini berguna untuk membantu mereka melakukan penilaian risiko. Pemantauan keamanan terus dilakukan bahkan setelah layanan diluncurkan dan dipakai luas.
“Kami melakukan tinjauan keamanan secara berkala pada produk untuk memastikan produk kami yang sudah ada diperbarui dengan kerentanan dan praktik keamanan terbaru. Saat ini, kami belum mengadaptasi AI atau pembelajaran mesin dalam upaya pencegahan penipuan, namun kami terbuka untuk menjajaki hal itu di masa mendatang jika diperlukan,” jelas tim lagi.
Dalam waktu dekat, tim GovWallet tengah membangun dasbor, sehingga instansi pemerintah yang memanfaatkan GovWallet bisa mengatur sendiri bagaimana skema pencairan dana yang ingin mereka lakukan. Dengan dasbor ini, mereka pun tidak perlu melakukan integrasi sistem ke backend GovWallet. Ketika ditanya soal ekspansi ke blockchain dan mata uang crypto, GovWallet menyebut mereka terbuka untuk mendukung kedua hal itu dan siap bermitra dengan bank jika memang diperlukan.
Membangun efektivitas dan kreativitas tim
Tim GovWallet menyatakan komunikasi adalah hal terpenting untuk menjamin keberhasilan proyek dalam skala apapun. Berdasarkan pengalaman mereka, sinkronisasi informasi dengan sesama anggota tim lain membuat mereka bisa lebih gesit dan memastikan aplikasi menjawab kebutuhan pengguna dan memberi manfaat bagi lebih banyak warga.
Meski GovWallet telah mendapatkan apresiasi warga dan instansi pemerintah lain, namun tim GovWallet tetap memastikan komunikasi yang erat dengan semua pihak agar bisa tetap responsif mengatasi kemungkinan masalah dan mengikuti perkembangan yang terjadi.
Untuk menjaga agar aplikasi dompet digital ini tetap memenuhi kebutuhan pengguna, tim GovWallet, kerap melakukan riset pengguna secara reguler. Tim didorong untuk berbagi insight mengenai tren terbaru dan peningkatan yang bisa mereka lakukan untuk mengembangkan produk. Masukan dari riset ini akan mereka gunakan untuk merencanakan proyek fase berikutnya. Tiap masukan ditanggapi dengan serius dan akan menjadi bagian dari pekerjaan tim jika relevan.
Mereka mengembangkan budaya yang transparan dan terbuka dalam tim, di mana setiap orang menjadi rekan satu sama lain. Sementara pemimpin senior dari setiap organisasi menjadi pendukung inisiatif yang akan dijalankan dan mendorong tim untuk menyatukan upaya mencapai tujuan tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan kemungkinan terjadinya boikot atas program pemerintah.
Untuk menjaga keselarasan, GovTech juga bekerja sama dengan Smart Nation Digital Government Office (SNDGO) untuk pengambilan keputusan teknologi-kebijakan dalam hal perencanaan peta jalan dan dan pengembangan produk serta solusi yang berpusat pada pengguna.
Komunikasi dan kolaborasi terbuka dengan berbagai pihak juga dilakukan untuk memvalidasi pendekatan yang digunakan dan produk yang dikembangkan. Validasi dilakukan pada aspek kebijakan hingga implementasi teknis. Untuk menjaga keterbukaan, mereka mengimplementasikan jalur komunikasi langsung dengan peran fungsional apa pun dalam tim.
“Misalnya, pengembang kami dapat berkomunikasi dengan pemilik produk secara langsung tanpa harus melalui perantara apa pun. Ini membantu mengurangi kemungkinan kesalahpahaman dan mempercepat putaran umpan balik.”
Untuk meningkatkan layanan, mereka memiliki pos pemeriksaan khusus yang melakukan inspeksi secara reguler dengan metode scrum dan sprint retrospective. Dengan metode ini, tim didorong untuk melakukan refleksi dan inspeksi dengan mendiskusikan fitur yang mereka sukai dan mengkritisi fitur yang harus ditingkatkan.
Untuk mendukung komunikasi yang lebih efektif dengan tim di departemen lain, mereka juga membagikan metode scrum dengan mereka. Dengan demikian, semua tim yang terlibat memiliki kesadaran mengenai urgensi sebuah tugas dan tujuan yang akan dicapai.
“Scrum membantu kami dengan membagi penyelesaian tugas menjadi bagian yang lebih kecil dan menjadikannya sprint per dua minggu. Kami memiliki jarak yang lebih pendek untuk mendapat umpan balik dan tim bisa segera beradaptasi dengan perubahan, terutama ketika terjadi bentrok dengan tim lain.”
Sebagai penutup, tim menyebut GovTech pun mendorong setiap karyawan untuk gesit, berani, dan kolaboratif. Tiap staf didorong untuk memunculkan ide-ide baru untuk menyelesaikan suatu masalah dan mengembangkan komunikasi terbuka. Kedua hal inilah yang mendorong kreativitas karyawan.
Komunikasi terbuka dengan manajemen senior membantu menurunkan hambatan kreativitas para staf, sebab mereka merasa diberdayakan untuk berinovasi dan berkreasi. Mereka menggelar forum triwulanan untuk memaparkan ide-ide inovatif kepada tim kepemimpinan senior. Mereka juga bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari GovTech yang bisa dimanfaatkan untuk menguji gagasan mereka.