Proyek VICA (Virtual Intelligence Chat Assistant) adalah platform layanan chatbot yang bisa digunakan sebagai dasar pengembangan berbagai layanan chatbot di berbagai instansi pemerintahan Singapura. Platform ini ditenagai dengan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/ AI) dan pembelajaran mesin (Machine Learning/ ML) agar chatbot yang dikembangkan oleh berbagai instansi pemerintahan bisa memberikan respons yang lebih ‘manusiawi’ kepada warga dan berbagai perusahaan di Singapura.
Layanan platform chatbot VICA dikembangkan oleh GovTech, yaitu Badan Teknologi Pemerintah (Government Technology) yang mendorong transformasi digital ke berbagai instansi pemerintah di Singapura. GovTech mengembangkan VICA sebagai perbaikan dari layanan chatbot sebelumnya; Ask Jamie.
Untuk membantu VICA memberikan jawaban yang lebih natural dan akurat, GovTech memanfaatkan teknologi NLP (natural language processing) terbaru dengan platform mesin-agnostik. Menerapkan kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin membuat VICA mampu mempelajari dan menafsirkan percakapan dan meningkatkan interaksi ketika ‘diajak bicara’ secara virtual maupun lewat telepon. Sebagai sebuah platform, VICA juga digunakan oleh berbagai instansi pemerintah lain untuk melatih chatbot yang mereka kembangkan. Fitur ini sebelumnya tak ada di platform chatbot Ask Jamie.
VICA merupakan bagian dari upaya GovTech untuk membangun dan menggunakan chatbot guna menjembatani pemerintah dengan warga dan swasta. Kepiawaian dan inovasi GovTech ini mendapat atensi dari OpenGov Asia untuk mendapatkan penghargaan OpenGov Asia Recognition of Excellence Award yang akan diberikan pada Singapore OpenGov Leadership Forum 2023 tahunan ke-8.
Chatbot pintar
Dalam wawancara dengan CEO dan Pemimpin Redaksi OpenGov Asia, tim pengembang VICA menyebut mereka telah meningkatkan berbagai fitur untuk memperbaiki cara chatbot anyar ini dalam melayani pengguna. VICA bisa memberi jawaban lebih cepat dan sesuai konteks sehingga ia tak hanya menjawab pertanyaan berdasarkan jawaban yang sering ditanyakan atau sesuai template semata. Hal ini membuat pengguna merasa lebih nyaman ketika berinteraksi dengan VICA.
Sebagai sebuah platform, VICA juga digunakan untuk mengembangkan chatbot instansi pemerintah lain. Contohnya adalah chatbot IRAS yang digunakan wiraswasta seperti supir taksi atau pemilik kios jajanan untuk meminta bantuan dalam pengajuan pajak. Kaki, chatbot layanan terpadu dari Kantor Layanan Kota bisa yang akan menampung laporan dan keluhan warga soal masalah kota lewat WhatsApp dan Telegram.
Selain itu, platform chatbot VICA juga bisa memberikan informasi terbaru secara real-time kepada warga. Contohnya, chatbot Gov.sg yang memberikan pembaruan status COVID-19 dan pengumuman pemerintah dalam bahasa Inggris, Mandarin, Melayu, dan Tamil.
Agar interaksi dengan VICA lebih ramah pengguna, tim memanfaatkan teknologi NLP untuk bisa memahami dan menginterpretasikan bahasa manusia. Namun, bahasa utama yang paling baik diinterpretasikan VICA saat ini adalah bahasa Inggris Singapura.
“Dengan memahami maksud pertanyaan, siapa yang menanyakan, dan konteks pertanyaan, ini akan jadi bahan arahan bagi chatbot untuk memberikan jawaban yang memuaskan kebutuhan pengguna, sehingga alur percakapan bisa lebih terstruktur,” jelas tim VICA.
Agar performa VICA makin bagus, tim juga melengkapi platform ini dengan analisis data. Hasil analisis itu memberikan gambaran terperinci tentang kinerja chatbot serta bagaimana kinerjanya atas percakapan pengguna. Hal ini membuat tim VICA bisa mengidentifikasi hal yang bisa diperbaiki untuk meningkatkan akurasi VICA.
Ketika memanfaatkan AI, terdapat kekhawatiran masalah etika dari kecerdasan buatan yang digunakan. Sebab, pada beberapa kasus, AI kerap memberi jawaban yang menyesatkan atau tidak sesuai etika. Tim VICA menyadari hal dan sepakat kalau model AI bisa memberikan respons yang salah namun terdengar meyakinkan.
Jawaban yang keluar dari model AI juga bisa terkontaminasi oleh bias. Bias bawaan ini mungkin terjadi imbas dari kumpulan data yang digunakan untuk melatih model AI itu. Namun hal ini bisa jadi sulit dicegah karena kekurangan informasi yang dimasukkan dalam data latihan AI tersebut. Bias dan jawaban menyesatkan tadi kemudian nampak dalam respons AI atas pertanyaan pengguna.
Untuk menjaga pembicaraan yang sehat, model AI juga perlu menyaring konten yang ditanyakan pengguna. “Moderasi obrolan diperlukan untuk memantau dan menyaring pesan yang dimasukkan pengguna untuk mengatur respons AI terhadap konten yang tidak pantas dan menyinggung.”
Etika lain yang dipertimbangkan tim pengembang VICA adalah soal tata kelola data. Saat berinteraksi dengan chatbot, pengguna mungkin secara tidak sengaja memberikan data pribadi dan rahasia secara sukarela akibat perintah chatbot.
“Terlepas dari fungsi dan potensi AI generatif yang sangat besar, kami memastikan teknologi ini digunakan dengan cara yang etis dan menguntungkan pengguna dan masyarakat,” tegas tim VICA.
Untuk mengurangi berbagai risiko disinformasi, misinformasi, bias, dan masalah etis lain, tim memastikan efisiensi dan kegunaan tiap informasi yang dikumpulkan dan ditransformasi sebagai bahan data mentah pelatihan model AI yang mereka kembangkan. Hal ini juga dilakukan agar mereka mematuhi aturan tata kelola data yang berlaku. Selain itu, mereka pun senantiasa memeriksa umpan balik pengguna agar chatbot yang dikembangkan berfungsi semestinya.
Ketika ditanya soal pengembangan VICA ke depan, sejak pertengahan 2022, tim pengembang telah mulai bereksperimen dengan program AI Generatif. Program ini bisa memahami petunjuk tertulis dan merespons dengan bantuan yang bermanfaat secara real-time.
Dalam jangka Panjang, VICA akan terus disempurnakan dengan teknologi terkini yang paling sesuai dengan kebutuhan Whole-Of-Government. Mereka akan mengembangkan antarmuka obrolan terpadu sehingga branding pada chatbot pemerintah lebih seragam di semua kementerian dan lembaga. Selain itu, mereka juga berencana melakukan integrasi VICA dengan Singpass, memperbanyak fitur Live Chat, serta integrasi dengan platform chat seperti Whatsapp dan Telegram.
Selain itu, tim VICA juga telah menjajaki teknologi kemampuan percakapan tingkat lanjut seperti yang digunakan oleh ChatGPT. Mereka tengah menelisik teknologi ini dalam program beta tertutup dan tengah melakukan pengujian internal untuk meningkatkan kualitas dan kenyamanan pemakaian chatbot. Langkah selanjutnya adalah menerapkan cara yang dapat mempermudah para mitra GovTech ketika mengadopsi platform VICA ketika mereka ingin membuat chatbot sendiri. Dengan VICA, mereka bisa mempersingkat waktu dan mengurangi kerumitan dalam melatih serta memelihara chatbot mereka.
“Kemajuan teknologi apa pun harus bisa memberikan pelayanan yang lebih baik bagi mitra instansi dan warga, itu sudah menjadi DNA kami,” tegas tim VICA
Cita-cita jangka panjang lain adalah membuat chatbot VICA bisa digunakan sebagai media transaksi. Jadi, chatbot ini tak sekedar bisa menjawab pertanyaan saja, tapi juga bisa terintegrasi dengan operasional layanan pemerintah. “Kami juga selalu terbuka untuk teknologi baru dan siap melakukan kalibrasi melalui fase pengujian internal, sebelum meluncurkan layanan itu kepada warga.”
Membangun tim inovatif
Tim VICA lantas membeberkan sejumlah cara yang mereka lakukan untuk memastikan inovasi berkelanjutan dan keberhasilan program.
“Dengan menetapkan tujuan dan sasaran yang jelas, setiap anggota tim akan terbantu untuk memahami bahwa mereka memiliki tujuan bersama yang jelas, sehingga setiap orang memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing.”
Di tahap awal, tim membangun kerangka kerja manajemen proyek. Kerangka ini membantu peran dan tanggung jawab anggota tim untuk pembagian beban kerja yang sehat di setiap tahap proyek. Kerangka ini juga berguna untuk penentuan perencanaan anggaran agar biaya bisa dikelola secara efektif. Tim juga menciptakan suasana yang terbuka terhadap berbagai umpan balik, sehingga setiap anggota tim bisa dengan bebas dan merasa aman dan didengar ketika mengajukan pendapat.
Untuk mengukur dan mengevaluasi keefektifan kerja, tim VICA mengadopsi metodologi Agile. Metode ini dianggap lebih fleksibel, cepat, dan bisa membantu tim untuk meningkatkan kualitas kerja mereka. Sementara dalam proses pengembangan produk, mereka mendapat manfaat dari metode Scrum dan Kanban. Sebagai bahan evaluasi, tim juga mengandalkan retrospektif untuk mempelajari kembali apa yang berhasil dan apa yang tidak. Bahan ini lantas digunakan untuk perbaikan produk di masa mendatang.
Ketika berinteraksi dengan tim yang berbeda latar belakang, tim VICA memulai proyek dengan membangun rasa saling percaya dan menyelaraskan visi dan tujuan bersama. Sehingga, tiap anggota bisa memiliki cara masing-masing untuk berkontribusi dengan caranya yang unik. Dengan menyatukan semua pendapat berbeda ini, mereka dapat menciptakan dan menemukan solusi inovatif untuk berbagai masalah.
Sementara untuk menjaga kebersamaan dan kolaborasi yang efektif dalam tim, mereka memperbanyak waktu bersama lewat sesi curah pendapat (brainstorming), proyek bersama, hingga kegiatan team bonding. Mereka pun mengembangkan budaya untuk menghargai kontribusi dan menghormati pendapat setiap anggota tim. Inisiatif ini menjamin tiap pendapat didengar serta memberikan lingkungan yang aman bagi tiap anggota untuk berbagi pandangan yang berbeda.