Untuk mendorong para karyawan untuk menelurkan ide-kreatif dan mengubahnya menjadi solusi digital, Changi Airport Group (CAG) menginisiasi program Accelerator. Program akselerator internal ini dilakukan untuk menjawab iklim bisnis yang cepat berubah. Untuk itu, dibutuhkan organisasi yang gesit, responsif, dan inovatif agar perusahaan bisa terus kompetitif.
Lewat program akselerator internal, bandara Changi bisa menemukan dan menerapkan ide-ide baru, mempercepat pertumbuhan, mendorong inovasi, dan menciptakan model bisnis baru. Inisiatif ini diluncurkan pada 2021 agar CAG bisa terus berinovasi meski di tengah pandemi. Program akselerator ini membebaskan karyawan untuk datang, mengutarakan ide mereka, dan melontarkan pertanyaan dengan rasa aman.
Akselerator internal CAG akan membantu karyawan untuk mendefinisikan ide bisnis yang diusulkan karyawan, mengurai hal-hal yang dibutuhkan untuk menjalankan ide itu, dan menetapkan tujuan. Tim di akselerator membantu tim internal untuk mengurangi friksi dan mempercepat perjalanan untuk menerapkan inovasi di perusahaan menjadi sebuah solusi nyata.
Karyawan juga dapat menggunakan CAG Accelerator sebagai konsultan internal mereka. Kantor ini bisa membantu mempertajam deskripsi masalah, memberikan rancangan solusi, dan menghubungkan mereka ke ahli internal dan eksternal yang tepat untuk mengeksekusi rencana itu.
Langkah praktis bangun akselerator
Bercita-cita menjadi perusahaan paling inovatif di Singapura, ide-ide kreatif mesti dikumpulkan sebanyak mungkin. CAG Accelerator dibuat agar 1900 karyawan CAG bisa menampung ide karyawan dengan mudah.
Sebelumnya, CAG sudah membentuk Center of Excellence (CoE) di 2021. Sejumlah CoE yang dibuat adalah DIVA untuk Eksperimen Digital, Ilmu Data (data science), Automasi Proses Robotika, Pengembangan Kode Rendah (low code development), dan AI. Sebagian CoE itu sudah lebih mapan dan telah membantu tim selama 2-3 tahun terakhir, sementara sebagian lagi baru lahir.
Namun, CAG sadar tak semua karyawan mereka memahami dan memanfaatkan CoE untuk mengembangkan inovasi di divisi mereka. Untuk itu, dibuatlah CAG Accelerator untuk menghubungkan staf yang memiliki ide atau masalah dengan divisi yang bisa menyelesaikan masalah itu.
“CAG Accelerator didirikan sebagai kantor konsultasi internal satu atap. Tim Accelerator akan menyampaikan ide dengan staf atau tim CAG, dan membantu mereka memberi solusi dan memilih CoE yang cocok untuk menyelesaikan masalah itu,” jelas Chong Chan Meng, Wakil Presiden, Transformasi dan Digitalisasi Proses Organisasi CAG dalam wawancara dengan OpenGov Asia.
Saat itu, untuk mengembangkan CAG Accelerator, Chan Meng dibantu oleh MD Team for People, Justina Tan, yang kini menjabat sebagai EVP untuk Perusahaan, Orang, dan Budaya, dan dukungan para pemimpin CAG. Peluncuran CAG Accelerator ini juga bekerja sama dengan CoE, Tim Inovasi CAG, dan Tim Pengembangan & Pengalaman CAG.
CAG menempatkan Analis Bisnis di Accelerator agar bisa memberikan analisis yang tajam atas masalah dan ide yang disampaikan oleh karyawan. Mereka bisa membantu mempertajam hipotesis dan pernyataan masalah, dan bisa memberikan bayangan bagaimana penerapan teknologi atas usulan yang diberikan.
Mereka yang ditempatkan di CAG juga mesti memiliki minat di bidang teknologi, memiliki rasa penasaran yang tinggi, menantang status quo, dan menunjukkan empati kepada karyawan. Sebab, bisa jadi karyawan tersebut tidak mengetahui solusi apa yang diperlukan dan mungkin tidak tahu cara menavigasi organisasi untuk mengakses sumber daya yang mereka butuhkan.
“Meskipun kami memiliki budaya yang sehat untuk kolaborasi lintas-cluster di CAG, mungkin beberapa karyawan tidak terbiasa untuk meminta bantuan di luar departemen atau divisi mereka. Jadi, mereka bisa mengontak Accelerator,” jelas Chan Meng.
CAG sengaja membangun budaya yang ramah dan saling membantu dalam Accelerator. Sebab, mereka sadar bahwa meminta bantuan atau mengusulkan ide baru adalah tindakan yang sangat riskan. Sebagian mungkin merasa tidak nyaman ketika meminta bantuan karena merasa sebagai bagian dari perusahaan semestinya kita mengetahui cara untuk memecahkan masalah. Sebagian lagi mungkin merasa khawatir dengan penilaian orang lain ketika mereka melontarkan ide.
“Di CAG dan khususnya Accelerator, kami mengembangkan budaya membuat agar meminta bantuan dan untuk mengajukan ide sebagai hal yang wajar. Bahkan, kami menerima ide yang masih prematur sekalipun.”
Tujuan kami adalah membuat siapapun yang berkonsultasi bisa keluar dengan solusi. Mereka bisa mengetahui langkah selanjutnya yang harus diambil dan bagaimana melakukan eksekusi ide tersebut. Jika ide inovasi mereka dirasa terlalu cepat dan tak sesuai dengan kondisi saat ini, maka Accelerator akan bekerjasama dengan tim Inovasi CAG untuk menghubungkan mereka dengan jejaring perusahaan rintisan (startup) dan lembaga penelitian CAG untuk mengeksplorasi solusi potensial.
Umumnya, karyawan CAG mendatangi Accelerator karena mereka cemas atau tidak yakin tentang ide yang mereka punya. Mereka kebingungan apakah ide tersebut memang bisa diterapkan atau apakah masalah mereka dapat diselesaikan. Setelah sesi konsultasi, sering kali mereka meninggalkan Accelerator dengan melihat kemungkinan dan mengetahui cara untuk mengambil langkah berikutnya.
Pada dasarnya, pekerjaan Accelerator adalah mengidentifikasi opsi solusi, merancang pendekatan solusi, dan menghubungkan pelanggan kami dengan sumber daya untuk mengimplementasikan solusi mereka. Meskipun Accelerator tidak mengimplementasikan solusi, mereka memeriksa tim secara berkala selama proses pengembangan. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah tim Accelerator dapat membantu menghilangkan hambatan dan memastikan bahwa mereka telah membuat kemajuan.
“Setelah solusi diterapkan, kami akan menghubungi tim 3-6 bulan kemudian untuk menilai dampak aktual yang diberikan solusi tersebut bagi pelanggan mereka dan CAG,” terang Chan Meng.
Untuk mengukur inisiatif yang dijalankan CAG Accelerator, mereka melakukan survei untuk mengetahui seberapa kenal para karyawan CAG dengan program Accelerator. Hasilnya, berdasarkan data survei tahunan pada Januari 2023, sebanyak 84% karyawan mengetahui Accelerator. Program ini pun sudah menyelesaikan 71 kasus konsultasi dalam 12 bulan terakhir.
Indikator pengukuran lain untuk menilai hasil kerja CAG Accelerator adalah lewat penambahan pendapatan yang dihasilkan, biaya yang berhasil dikurangi atau mencegah pembengkakan biaya, serta peningkatan produktivitas dari ide atau solusi yang diterapkan. Tim juga melakukan pengukuran dampak kualitatif seperti UX yang lebih baik, peningkatan akurasi, dan menjaga kepatuhan. Hasil kolaborasi dan konsultasi dengan berbagai tim di CAG berhasil membuahkan skor kepuasan di atas 70.
Chan Meng percaya soal pentingnya mengukur kesuksesan sebagai umpan balik untuk menilai kinerja Accelerator. Umpan balik ini memberikan tim keyakinan bahwa Accelerator telah berhasil menjadi pendorong inovasi di CAG. Umpan balik juga digunakan untuk mengevaluasi apa yang perlu diubah atau ditingkatkan untuk memperbaiki layanan bagi tim CAG.
Tantangan dan pengelolaan tim
CAG Accelerator terdiri dari tim yang ramping yang terdiri dari seorang kepala, dua pengelola program Low Code CoE, satu dari tim HR dan Komunikasi Korporat. Chan mengakui selama ini salah satu tantangan yang mereka hadapi adalah membantu lebih banyak karyawan CAG melakukan inovasi. Untuk itu, mereka mencoba melakukan sosialisasi dengan seluruh karyawan dengan melakukan broadcast email dan melakukan kunjungan ke berbagai divisi. Kunjungan dilakukan untuk melihat ide dan masalah yang dihadapi oleh tiap divisi.
Salah satu solusi yang kerap ditawarkan dalam sesi konsultasi itu adalah memanfaatkan operasi Kode Rendah (Low Code) untuk merancang dan menerapkan solusi bagi berbagai tim. Namun, dalam perkembangannya, mereka juga terbuka untuk menyelesaikan ide dan masalah lain di sesi konsultasi dengan Accelerator.
Selain itu, CAG Accelerator baru-baru ini meluncurkan program ‘What If?’ untuk mendukung dorongan inovasi di perusahaan. Program ini dibuat lantaran mereka kesulitan menemukan kolega yang cukup beragam di CAG untuk bertukar ide inovasi dan mendorong gagasan baru ke depan.
Lewat program ‘What If? Day’ mereka mengumpulkan kolega yang tertarik berinovasi dari seluruh lini organisasi setiap bulan. Di acara ini, para ideator bisa menyampaikan ide mereka. Para peserta lain akan membantu membangun dan memperkaya ide-ide tersebut dan mencari solusi bersama. Platform ini dibuat agar semua peserta bisa merasa aman bereksplorasi dan berkolaborasi dengan rekan-rekan yang memiliki minat yang sama.
Ke depan, Chan Meng berharap tim yang menjalankan Accelerator bisa berbagi peran dengan CoE, sehingga Accelerator tidak sekadar menjadi penghubung semata. Tapi, organisasi ini sekaligus bisa menerapkan dan memberikan solusi bagi para karyawan yang meminta jasa konsultasi.
Dengan memiliki kemampuan untuk memberikan solusi konkret seperti yang dilakukan CoE bagi pengguna Accelerator, Chan Meng berpendapat hal ini bisa membantu anggota tim membangun kredibilitas untuk anggota tim dan Accelerator itu sendiri. Chan Meng menyarankan bagi perusahaan yang ingin menyiapkan program konsultasi serupa CAG Accelerator untuk melengkapinya dengan kemampuan eksekusi program sekaligus.